Pada suatu ketika
Ah... udah lama banget ga ada yang nulis disini... semacam rindu menulis dan bercerita, thank goodness for this place. Kali ini, saya bukan akan cerita tentang diri sendiri. Ya, sedikit banyak ada bagian saya disini, tapi tokoh utamanya bukan saya...
Saya punya saudara di Bandung, yang tiap ada kesempatan/uang lebih/liburan saya kunjungi. Rumahnya di perumahan di dataran tinggi, di belakang perumahan ada bukit dan di (balik?) bukit itu ada perkampungan. Saya sendiri belom pernah mengunjungi perkampungan itu, ya... selama ini Dago dan jalan-jalan di tengah kota bandung jauh lebih menarik perhatian saya.
Ada satu hal yang bikin saya risih di rumah saudara saya itu; Adzan. Bukan, saya bukan nggak suka dengan suara adzan, itu bagian dari hidup kita yang hidup di Indonesia. Siapapun, muslim atau bukan pasti mendengar adzan tiap hari dari masjid-masjid terdekat.
Nah, adzan dari salah satu masjid terdekat dengan rumah Saudara saya inilah yang bikin saya risih. Adzannya kayak nggak niat, kayak anak kecil yang males-malesan, nadanya diseret-seret. Saya kesal, karena menurut saya, Adzan itu panggilan Tuhan buat umatNya, harusnya merdu dan sepenuh hati. Saya heran, apa nggak ada orang lain di kampung itu yang bisa Adzan? Sampai harus anak kecil yang nggak niat gitu yang adzan?
Tahun kemarin saya kesana lagi, dan mendengar Adzan lagi. Adzan yang sama, anak kecil yang sama, suara males-malesan yang sama, nada diseret-seret yang sama. Lalu saya berhenti sejenak untuk berpikir dan mendengarkan Adzan itu dengan lebih seksama.
It's been years, masak iya anak kecil itu nggak tumbuh juga? Masak iya nggak ada yang ngajarin dia gimana caranya Adzan yang baik dan benar? Sampai saya mendapati fakta bahwa ternyata yang Adzan itu bukan anak kecil, tapi seorang dewasa yang punya kekurangan.
Malu. Malu sekali.
Dia yang saya hina itu, dalam segala kekurangan dan keterbatasannya tetap bersemangat mengingatkan seluruh kampung untuk menghadap tepat waktu. Sesuatu yang bahkan saya sendiri nggak sering lakukan. Cintanya pada Tuhannya sangat mungkin jauh lebih besar daripada saya. Nada malas-malasan diseret-seret itu sangat mungkin sebenarnya adalah seruan cinta penuh semangat.
Tiba-tiba, Adzan itu jadi merdu sekali. Ada manifestasi cinta seseorang pada penciptaNya yang menggebu-gebu disana. Sekaligus mengajak saudara-saudaranya untuk bersama-sama mencintai Tuhannya.
Jadi inget lagunya Sherina, lihatlah lebih dekat.
Lihat segalanya lebih dekat, dan kau akan mengerti...
Cuma karena dia menggunakan bahasa yang berbeda, bukan berarti maknanya tidak sama.
Comments